Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Very Idham Henyansyah

Very Idham Henyansyah, atau dikenal dengan panggilan Ryan -Ryan Jombang- (lahir di Jombang, 1 Februari 1978) adalah seorang tersangka pembunuhan berantai di Jakarta dan Jombang. Kasusnya mulai terungkap setelah penemuan mayat termutilasi di Jakarta. Setelah pemeriksaan lebih lanjut, terungkap pula bahwa Ryan telah melakukan beberapa pembunuhan lainnya dan dia mengubur para korban di halaman belakang rumahnya di Jombang.

Masa Kecil

Ryan adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Kakaknya Mulyo Wasis (44) adalah saudara satu ibu namun lain ayah. Sejak kecil Ryan lebih sering berpisah dengan kedua orangtuanya dan tinggal di pesantren. Perilaku Ryan banyak berubah ketika ia duduk di bangku SMP. Dia lebih banyak menekuni kegiatan perempuan seperti menari dan berdandan. Di sekolah Ryan dikenal lebih dekat dan lebih banyak berteman dengan perempuan, dia juga banyak terlibat kegiatan kesenian, terutama menari. Namun demikian Ryan dikenal cerdas, cekatan, dan pandai bergaul.
"Sejak kecil, Very (panggilan Ryan di lingkungan keluarganya) memang suka memelihara dan bermain dengan ikan-ikannya. Kadang dia suka berbicara sendiri dengan ikan-ikan kesayangannya," 
tutur kakaknya, Mulyo Wasis (44) di rumahnya di kawasan Tembelang, Jombang, Jatim.

Menurut guru SD beranak empat ini, meski periang dan pandai bicara, dia sebenarnya orang yang tertutup. Dia tak suka bicara pada hal-hal yang dia nilai tidak perlu. Wasis menjelaskan, ia dan Ryan adalah kakak beradik lain ayah, satu ibu. 

"Jadi, dia bisa disebut anak tunggal, atau anak bungsu. Dia sangat disayang ayahnya," tuturnya. 

Ryan yang kecil lebih banyak hidup di lingkungan pesantren karena kedua orang tuanya lebih banyak di luar rumah, bekerja. Sedang Wasis, cepat menikah dan tenggelam oleh kesibukannya sendiri dengan ayah kandungnya.

Sampai sekarang pun, rumah yang ditinggali Ryan lebih banyak kosong. Ayah Ryan, Ahmad Maskur yang pensiunan Satpam sebuah pabrik gula dan Kasiatun istrinya, lebih suka tinggal di rumah Wasis. 

"Biasanya mereka menginap di rumah saya hari Kamis sampai Sabtu. Sehari-hari ibu berjualan kain keliling dan pulang malam, sedang ayah Ryan lebih suka bermain dengan cucunya, anak-anak saya. Dia baru kembali dari rumah saya pada sore hari," ungkap Wasis.

Menurut dia, perilaku Ryan banyak berubah ketika ia duduk di bangku SMP. Suatu hari, usai bertamasya ke pantai selatan Jatim dengan kawan-kawan sekolahnya di SMP, Ryan bercerita kepada Wasis, dia mendapat boneka kencana dari kayu cendana pemberian penguasa pantai selatan, Ratu Kidul.

Ryan mendapat bisikan dari sang ratu agar menjadi menantunya, tapi Ryan menolak. 
"Kata dia, kalau dia menerima tawaran sang Ratu, itu artinya Ryan mati. Saya hanya mengangguk-anggukkan kepala saja tanda percaya," 
jelas Wasis. Sebulan kemudian, Ryan mengaku bonekanya hilang. 
"Seingat saya, setelah kejadian itu, perilaku Ryan banyak berubah. Dia lebih banyak menekuni kegiatan keputrian seperti menari dan bersolek. Perilakunya pun seperti perempuan," katanya.

Kalau marah, lanjut Wasis, dia menghancurkan atau merusak hampir seluruh isi rumah. Setelah itu lari ke belakang dan duduk di tepian kolam ikannya. Wasis mengaku tidak dekat dengan adiknya. Lebih-lebih ketika satu saat ia menasihati Ryan cepat menikah, agar orangtuanya mendapat momongan. 
"Nanti kalau kamu berangkat tua, anak-anakmu sudah besar," 
kata Wasis kepada Ryan. Ryan marah. Ia kembali ke rumahnya. Sejak itu, Ryan tak pernah bertemu atau mampir ke rumah Wasis.

Di lingkungan kawan dan gurunya di SD-SMP-SMA, di samping dikenal lebih dekat dan lebih banyak berkawan dengan perempuan, Ryan dikenal cerdas, cekatan, dan pandai bergaul. Ia sempat menjadi siswa sekolah favorit, SMA Negeri Satu, Jombang.

"Sejak SD dia lebih dekat dan disayang kawan-kawan perempuannya karena sikapnya yang periang, berbudi halus, dan cerdas. Guru-guru senang kepadanya. Di sekolah, dia di atas rata-rata. Ya, dia suka bulu tangkis dan voli," 
tutur Umi Habibah (40), mantan guru Ryan di SD Negeri Dua, Jatiwates.

Sepengamatannya, sikap Ryan menjadi seperti perempuan ketika SMP. Ryan melanjutkan SMP-nya di SMP Negeri I,Tembelang. Menurut mantan gurunya di situ, Marsudi (47) dan Marmiati (48) yang ditemui terpisah, Ryan banyak terlibat kegiatan kesenian, terutama menari. 
"Wah, kalau sudah soal ini, dia jadi begitu sibuk. Kalau tidak jadi panitia ya manggung. Kalau tidak di kamar rias membantu kawan-kawannya, ya menari. Kalau tidak, ya jadi peragawan," kenang Marsudi.

Pernah satu saat Ryan datang ke rumah Marsudi meminjam uang untuk modal menjadi penghibur (entertainer) yang handal. 
"Jauh setelah itu, ketika dia mampir ke rumah saya lagi, dia mengaku telah sukses di Jakarta sebagai penghibur. Cara berbusananya pun sudah seperti kaum Jet Set Jakarta," paparnya.

Tapi menurut kawan masa kecilnya, Wafiyul Ahdi (27), lama lama Ryan tak lagi menyenangkan. Tak lagi secerdas, secekatan dulu. Budi baiknya pun kian merosot.
Memasuki bangku SMA, Ryan mulai suka membual tentang kesuksesan dirinya. 
"Dia mengaku punya perusahaan antara lain di Jakarta dan Australia. Dia suka mengobral janji. Dia mengaku sebagai anak seorang tokoh di Jombang dan mengingkari kedua orangtuanya. Saya prihatin. Ryan yang dulu sudah berubah," jelas Ahdi. 
Padahal, lanjutnya, dulu waktu SMP, dia orang yang tabah menghadapi ejekan kawan-kawannya yang menganggap dirinya banci. Setiap ejekan, ia balas hanya dengan senyuman cerah. Ryan tetap terbuka dan tak pernah membedabedakan kawan.

Kehidupan di Jakarta

Ryan sempat menjadi siswa sekolah favorit, SMA Negeri I Jombang. Namun di sana sifat dan sikapnya kian labil. Dia hanya bertahan satu bulan lalu pindah ke SMA Kabuh dan bertahan satu semester, sebelum akhirnya pindah ke SMA Negeri III. Di sana Ryan juga hanya bertahan sebulan, lalu pindah ke Jakarta.

Di Jakarta, ia merasa lebih diterima dan bertemu dengan kalangan homoseks dari kalangan menengah ke atas. Di ibukota Ryan kerap berpindah-pindah tempat tinggal. Ia pernah tinggal di beberapa kamar kos atau kamar apartemen dengan harga sewa tinggi. Apartemen tempat Ryan membunuh dan memutilasi Heri Santoso adalah apartemen bertipe studio (hanya satu ruangan) dengan harga sewa Rp. 1 juta per bulan. Sebelumnya ia bahkan pernah tinggal di tempat kos dengan harga sewa Rp. 2,6 juta per bulannya.

Pembunuhan Pertama

Menurut pengakuannya sampai saat ini korban Ryan yang pertama adalah Guruh Setyo Pramono alias Guntur (27) yang dibunuh pada bulan Juli 2007. Di rumah orang tua Ryan di Jombang, kepala Guntur dipukul dengan benda keras hingga tewas, mayatnya lalu digulung dengan kasur dan di bakar. Sisa-sisa tubuh Guntur kemudian di gulingkan ke dalam kolam ikan di halaman belakang rumah lalu dikubur dengan tanah.
 

Kasus mutilasi

Kasus ini dimulai dengan ditemukannya tujuh potongan tubuh manusia di dalam dua buah tas dan sebuah kantong plastik di dua tempat di dekat Kebun Binatang Ragunan, Jakarta Selatan pada Sabtu pagi tanggal 12 Juli 2008. Korban adalah Heri Santoso (40), seorang manager penjualan sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Heri dibunuh dan dimutilasi tubuhnya oleh Ryan di sebuah apartemen di Jalan Margonda Raya, Depok. Pengakuan Ryan, dia membunuh Heri karena tersinggung setelah Heri menawarkan sejumlah uang untuk berhubungan dengan pacarnya, Noval (seorang laki-laki). Jejak Ryan dan Noval dapat terlacak setelah mereka berdua menggunakan kartu ATM dan kartu kredit Heri untuk berfoya-foya.

Pembunuhan Sebelumnya

Setelah media memberitakan kasus mutilasi yang dilakukan Ryan, banyak masyarakat melaporkan kerabat mereka yang hilang setelah sebelumnya diketahui bersama Ryan. Polisi akhirnya membongkar bekas kolam ikan di belakang rumah orang tua Ryan di Jombang dan menemukan empat tubuh manusia di dalamnya, sebagian besar sudah tinggal kerangka. Ryan kemudian juga mengakui pembunuhan enam orang lainnya dan tubuh mereka ditemukan ditanam di halaman belakang rumah yang sama. Sehingga total sudah ditemukan sebelas korban pembunuhan Ryan.

Daftar Korban

Sampai saat ini sudah 11 orang yang diketahui menjadi korban:
  • Ditemukan dengan kondisi termutilasi di dekat Kebun Binatang Ragunan, tanggal 12 Juli 2008:
    1. Heri Santoso (40)
  • Ditemukan dalam penggalian pertama di halaman belakang rumah di Jombang, tanggal 21 Juli 2008: 
    1. Vincent Yudi Priyono (31)
    2. Ariel Somba (34)
    3. Grady Gland Adam Tumbuan - Finalis MTV VJ Hunt 2007
    4. Guruh Setyo Pramono alias Guntur (27)
  • Ditemukan dalam penggalian kedua di halaman belakang rumah di Jombang, tanggal 28 Juli 2008:
    1. Agustinus Fitri Setiawan (28)
    2. Nanik Hidayati (31)
    3. Sylvia Ramadani Putri (3), anak dari Nanik Hidayati
    4. Muhamad Aksoni (29)
    5. Zainal Abidin(21)
    6. Muhammad Asrori alias Aldo

Merilis Momoar dan Album Lagu

Sejak penangkapannya pada bulan Juli, selama di penjara Ryan menulis otobiografi dan album pop.

Dalam memoarnya yang berjudul The Untold Story of Ryan, dia tidak menyangkal tuduhan pembunuhan terhadapnya, dan mengundang kita untuk melihat ke masa kecilnya. Dia mengatakan bahwa dirinya adalah 

"anak baik yang lulus dengan nilai tertinggi di kelasnya dari sekolah dasar dan sekolah menengah, dan kemudian menjadi guru mengaji Alquran"
"Dia juga menjelaskan dirinya saat terjun ke industri modeling dan kebugaran - dia adalah seorang instruktur aerobik - dan minat olahraganya."

Keuntungan dari buku itu, yang laku hingga 4.000 cetakan, akan diberikan kepada ibu Ryan, katanya. Skenario yang menakutkan, mengingat isi dari memoar atau buku ini yang cukup mengganggu:

Buku ini menampilkan peta halaman belakang rumah keluarganya di pedesaan Jawa Timur, yang digambar sendiri oleh Ryan. Di antara septic tank, kandang ayam, dan kolam ikan diperlihatkan kuburan 10 orang yang diduga menjadi korban Ryan, yang ditandai dengan huruf-huruf yang sesuai dengan namanya di pinggir peta.

Ryan menulis bahwa dia membunuh beberapa korbannya dalam kemarahan, yang ditimbulkan oleh para korbannya. 

“Zaky dan Aksony [dua korban] tidak hanya menyerang saya dengan kata-kata yang menyakitkan, tetapi tangan mereka meraba-raba organ vital saya agar saya mau berkencan dengan mereka. Aku membenci tindakan mereka. Apalagi ketika homoseksualitas saya dijadikan alasan untuk memuaskan nafsu mereka” 

Empat korbannya, tiga pria dan seorang wanita, tulis Ryan, datang ke rumahnya dan berusaha merayunya untuk berhubungan seks yang membuat Ryan marah dan membunuh mereka. Ryan mengklaim bahwa dia berkelahi secara verbal dan fisik dengan beberapa korbannya. Tetapi dia juga mengatakan dalam “Untold Story” bahwa dia tidak dapat mengingat dengan jelas semua kejahatannya.

Setelah menceritakan lima pembunuhan pertama, dia menulis: 

"Jika Anda bertanya kepada saya mengapa saya tega membunuh kelima orang itu, saya tidak dapat menjelaskannya dengan pasti karena saya benar-benar tidak dapat mengingat semuanya dengan jelas."

Bab kedua dari belakang otobiografi tersebut mencakup laporan rinci tentang pembunuhan terakhirnya, Heri Santoso di apartemen Ryan di Depok, Provinsi Jawa Barat. 

"Setelah sadar kembali, ternyata warna merah yang saya lihat adalah genangan darah dan potongan daging di sekitar saya adalah potongan tubuh manusia," tulisnya.

Selain menulis memoar, Ryan juga menulis dan menyanyikan beberapa lagu. Rekamannya, My Last Performance, berisikan lagu-lagu yang dia nyanyikan dengan gembira untuk seorang reporter AFP.

Penyesalan atas kejahatannya merupakan kekuatan motivasi di balik album ini, yang direkamnya di penjara, kata Henyansyah kepada AFP.

"Aku menulis lagu untuk orang yang kucintai. 'Maafkan Aku Ibu' untuk ibuku. Lagu lainnya, 'Sun', tentang sepasang kekasih yang saling merindukan karena berpisah sampai mati," kata Henyansyah.


Artikel asal:

Posting Komentar untuk "Very Idham Henyansyah"