Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Teori Pemilihan Pasangan

David M. Buss seorang pengajar di Universitas Texas dalam penelitiannya yang berjudul Human Mate Selection (1985), menjelaskan bahwa pemilihan pasangan merupakan kecenderungan seorang individu untuk memilih seseorang untuk dinikahi yang memiliki kemiripan dengan dirinya hampir di setiap variabel. Dalam menetapkan pilihan terhadap siapa yang akan menjadi pasangan hidupnya, seseorang tentu memiliki beberapa kriteria yang dijadikan pertimbangan, seperti yang diungkapkan DeGenova (2008) seperti status sosial ekonomi, pendidikan, intelegensi, ras dan agama.

Townsend (1993) mengemukakan bahwa pemilihan pasangan merupakan kriteria yang umumnya dipertimbangkan, diinginkan dan diprioritaskan individu menjadi pasangannya. Dari cukup banyaknya kriteria yang dimiliki oleh individu, terdapat kriteria khusus yang dijadikan acuan bagi individu dalam memilih pasangan hidupnya. 

Teori pemilihan pasangan merupakan usaha yang digunakan untuk menjelaskan proses dan dinamika yang dialami oleh seseorang ketika memilih pasangan (DeGenova, 2008). Dalam buku Intimate Relationship (DeGenova, 2008) menjelaskan lebih jauh mengenai beberapa teori dapat dihubungkan dengan pemilihan pasangan. 

Pertama, teori Psikodinamika berpandangan bahwa pemilihan pasangan dipengaruhi oleh pengalaman seseorang di masa kecil dan latar belakang dari keluarganya.

Kedua, teori Kebutuhan menurut Robert Winch (1958) dalam DeGenova menyatakan bahwa seseorang memilih pasangan yang berbeda kebutuhannya namun dapat saling melengkapi satu sama lain. 

Ketiga, Teori Pertukaran melihat bagaimana kedua pasangan memandang bahwa pasangannya dapat memberikan apa yang dia butuhkan, begitu juga dengan dirinya diharapkan dapat memberikan apa yang pasangannya butuhkan. 

Keempat, Kenrick (1994) menjelaskan bahwa perilaku memilih pasangan ini biasanya didasarkan pada prinsip dasar teori evolusi Darwin yang menyatakan bahwa semua makhluk hidup berjuang untuk mempertahankan eksistensinya oleh sebab itu perilaku pemilihan pasangan ini bertujuan untuk melanjutkan eksistensi dan kemakmuran dari manusia. 

Kelima, Teori Proses Perkembangan DeGenova (2008), menjelaskan bahwa pemilihan pasangan berupa proses penyaringan dan pemilahan yang pada akhirnya hanya ada satu orang yang akan memenuhi syarat sehingga berkompetibel untuk dipilih. Masa pemilihan pasangan yang dilakukan oleh setiap individu, pada umumnya didasari dengan memilih calon yang dapat melengkapi kebutuhan dari individu (DeGenova, 2008). Teori ini menggambarkan bahwa ada enam aspek yang digunakan dalam proses seleksi pemilihan pasangan, yaitu:

Area kelayakan (the field of eligibles)

Faktor pertama yang harus dipertimbangkan dalam proses pemilihan pasangan adalah pasangan tersebut memenuhi syarat sesuai yang telah ditentukan oleh individu tersebut. Bagi wanita, pengaruh kekurangan dari pernikahan, mungkin bukan hanya berasal dari pernikahan itu sendiri, tapi juga berasal dari kualitas pada pasangan hidupnya. Pernikahan yang baik cenderung berasal dari pernikahan yang mempunyai pasangan dengan status yang tinggi dibandingkan pernikahan dengan status yang rendah (bila diukur dari kondisi pendidikan dan pekerjaan).

Kedekatan (propinquity)

Propinquity atau kedekatan secara geografi adalah faktor lain yang dapat mempengaruhi pemilihan pasangan. Bagaimanapun, ini tidak berarti hanya kedekatan kediaman dapat memastikan; kedekatan institutional juga penting. Hal ini disebabkan karena banyak individu yang berjumpa dengan pasangannya di tempat–tempat yang sering dikunjungi oleh individu tersebut, seperti, sekolah, tempat kerja dan lainnya.

Daya tarik (attraction)

Ketertarikan yang termasuk disini adalah ketertarikan secara fisik, dan ketertarikan spesifik dari kepribadian individu. Pada dasarnya, setiap wanita dan pria memiliki perbedaan dalam memilih pasangan. Setiap individu pasti memiliki kebutuhan dan perbedaan yang spesifik ketika akan memilih pasangan hidup, banyak alasan–alasan yang dapat membuat seseorang jatuh cinta dalam rangka biologi.

Homogamy dan heterogamy

Seorang individu akan memilih pasangan yang dapat membagi pribadi dan karakteristik sosial seperti usia, ras, etnik, pendidikan, kelas sosial dan agama (Dressel, Rogler, Procidano, Steven, & Schoen dalam DeGenova, 2008). Kecenderungan untuk memilih pasangan yang memilki kesamaan disebut dengan homogamy dan memilih pasangan yang cenderung mempunyai perbedaan dengan dirinya disebut dengan heterogamy. Pernikahan yang homogeneus cenderung akan lebih stabil dibandingkan dengan pernikahan yang heterogeneous., meskipun ada harapan. Faktor utama yang biasanya menjadi alasan dalam pernikahan yang homogeneus adalah ketika kebanyakan individu akan lebih memilih pasangan yang seperti dirinya dan kurang merasa nyaman bila berada di dekat individu yang berbeda dengan dirinya. Faktor lain yang juga penting adalah bagaimanapun, tekanan dari dari sosial akan lebih mengarah kepada endogamy, atau pernikahan dengan individu dalam satu kelompok yang sama. 

Individu-individu yang memilih untuk menikah dengan pasangan yang usianya lebih muda atau lebih tua atau termasuk ke dalam suatu kelompok etnik yang berbeda agama, atau kelas sosial mungkin akan mengalami celaan halus dari lingkungannya. Sebaliknya, secara umum lingkungan akan melarang pernikahan dengan pasangan yang terlalu mirip dengannya, seperti saudara kandung atau sepupu pertama. Ini adalah tekanan sosial untuk exogamy, atau pernikahan dengan kelompok yang berbeda.

Kecocokan (compability)

Kecocokan yang dimaksud disini lebih kepada kemampuan seorang individu untuk hidup bersama dalam keadaan yang harmonis. Kecocokan mungkin akan lebih mengarah kepada evaluasi dalam pemilihan pasangan menurut tempramen, sikap dan nilai, kebutuhan, peran dan kebiasaan pribadi. Dalam memilih pasangan, seorang individu akan berjuang untuk memilih pasangan yang mempunyai kecocokan dalam berbagai area.

Proses penyaringan (the filtering process)

Proses pemilihan pasangan dimulai dari field of eligible yang paling luas. Ada berbagai variasi proses yang akan dilakukan seorang individu dalam memlih pasangan, seperti mengeliminasi individu yang tidak memenuhi syarat, ini merupakan alasan yang utama sebelum berlanjut ke proses selanjutnya. Sebelum membuat keputusan terakhir, dua orang individu akan menuju periode terakhir, seperti pertunangan. Jika mereka dapat bertahan dalam proses ini, individu ini akan mencapai keputusan terakhir untuk menikah. 

Dimensi Pemilihan Pasangan

Townsend (1993) membagi dimensi pemilihan pasangan menjadi tiga, yaitu physical attractiveness, status attractiveness, dan willingness to support. Berikut adalah penjelasan tentang ketiga dimensi tersebut:

Physical attractiveness (daya tarik fisik), yaitu ketertarikan individu terhadap penampilan fisik seseorang yang dijadikan pertimbangan dalam memilih pasangan.

Status attractiveness, didasarkan pada keinginan seseorang untuk memiliki pasangan yang memahami dan dapat menempatkan posisi dalam konteks budaya yang berlaku serta memiliki kemampuan finansial.

Willingness to support, yaitu kesediaan individu itu sendiri atau pasangannya untuk dapat menerima pasangannya maupun keluarga besar pasangannya.

Pustaka

Epstein, E., & Guttman, R. (1984). Mate selection in man: Evidence, theory, and outcome. Social biology, 31(3-4), 243-278.

Mentari, G. (2020). Gambaran Preferensi Pemilihan Pasangan pada Dewasa Awal Pengguna Situs Online Dating.

Townsend, J. M. (1989). Mate selection criteria: A pilot study. Ethology and Sociobiology, 10 , 241-253. 

Posting Komentar untuk "Teori Pemilihan Pasangan"