Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Self-Disclosure

Self disclosure didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengungkapkan informasi tentang diri sendiri kepada orang lain (Wheeles, 1978). Sedangkan Person (1987) mengartikan self disclosure sebagai tindakan seseorang dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi pada orang lain secara sukarela dan disengaja untuk maksud memberi informasi yang akurat tentang dirinya.


Menurut Morton (dalam Sears dkk, 1989) informasi diri bisa bersifat deskriptif dan evaluatif. Informasi disebut deskriptif apabila individu melukiskan berbagai fakta mengenai dirinya sendiri yang belum diketahui orang lain. Misalnya jenis pekerjaan, alamat, dan usia. Informasi yang bersifat evaluatif berkaitan dengan pendapat atau perasaan pribadi individu terhadap sesuatu, seperti tipe orang yang disukai atau dibenci. Selain itu, self disclosure pun bisa bersifat eksplisit. Dalam hal ini, informasi diri lebih bersifat rahasia karena tidak mungkin diketahui orang lain, kecuali diberitahukan sendiri oleh individu yang bersangkutan.

Selain Morton, Barker dan Gaut (1996) mengemukakan bahwa self disclosure adalah kemampuan seseorang menyampaikan informasi kepada orang lain yang meliputi pikiran/pendapat, keinginan, perasaan maupun perhatian. Sedangkan, Laurenceau, Barrett, dan Pietromonaco (1998) dan Crider (1983) mengatakan bahwa self disclosure meliputi pikiran, pendapat, dan perasaan. Dengan mengungkapkan diri kepada orang lain, maka individu merasa dihargai, diperhatikan, dan dipercaya oleh orang lain, sehingga hubungan komunikasi akan semakin akrab. 

Sama seperti di atas, Devito (1992) mengatakan bahwa self disclosure merupakan kemampuan dalam memberikan informasi. Informasi yang akan disampaikan terdiri atas 5 aspek, yaitu perilaku, perasaan, keinginan, motivasi, dan ide yang sesuai dengan diri orang yang bersangkutan. Informasi yang akan disampaikan tergantung pada kemampuan seseorang dalam melakukan self disclosure. Selain itu, Devito (1997) mengemukakan bahwa self disclosure mempunyai beberapa karakteristik umum antara lain:

(1) keterbukaan diri adalah suatu tipe komunikasi tentang informasi diri yang pada umumnya tersimpan, yang dikomunikasikan kepada orang lain. 

(2) keterbukaan diri adalah informasi diri yang seseorang berikan merupakan pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui oleh orang lain dengan demikian harus dikomunikasikan. 

(3) keterbukaan diri adalah informasi tentang diri sendiri yakni tentang pikiran, perasaan dan sikap. 

(4) keterbukaan diri dapat bersifat informasi secara khusus. Informasi secara khusus adalah rahasia yang diungkapkan kepada orang lain secara pribadi yang tidak semua orang ketahui.

(5) keterbukaan diri melibatkan sekurang-kurangnya seorang individu lain, oleh karena itu keterbukaan diri merupakan informasi yang harus diterima dan dimengerti oleh individu lain.

Lebih lanjut, Adler (1983) mengemukakan bahwa karakteristik self disclosure mengarah kepada hal yang lebih khusus yaitu informasi pribadi. Individu harus mengkomunikasikan informasi ini secara lisan dan orang lain harus menyadari tujuan dari apa yang disampaikannya. Sehubungan dengan itu, Valerian  J. Derlega (1995) menjelaskan bahwa  self disclosure diungkapkan melalui  pikiran, perasaan, dan pengalaman  secara verbal. Stewan (1990)  menegaskan bahwa informasi tersebut  tidak hanya berbentuk verbal semata,  melainkan bisa juga berbentuk nonverbal.  Heymes (1971) mengemukakan  bahwa self disclosure sebagai ekspresi  seseorang dalam menyampaikan  informasi kepada orang lain. Haymes  mengukur self disclosure dari interview-interview yang direkam pada tape-recorder. 

Ada tiga aspek self disclosure yaitu (1) ekspresi akan emosi dan proses emosi, (2) ekspresi akan fantasi-fantasi, impian, cita-cita, dan harapan-harapan,dan (3) ekspresi akan kesadaran. Ada beberapa dimensi self  disclosure yang dikemukakan oleh Culbert (1968), Person (1987), Cox (1989), Watson (1984) dan Altman Taylor, meliputi 5 aspek yaitu: ketepatan, motivasi, waktu, keintensifan, kedalaman dan keluasan. 

1. Ketepatan 
Ketepatan mengacu pada apakah seorang individu mengungkapkan informasi pribadinya dengan relevan dan untuk peristiwa di mana individu terlibat atau tidak (sekarang dan disini). Self-disclosure sering sekali tidak tepat atau tidak sesuai ketika menyimpang dari norma-norma. Sebuah self-disclosure mungkin akan menyimpang dari norma dalam hubungan yang spesifik jika individu tidak sadar akan norma-norma tersebut. Individu harus bertanggung jawab terhadap resikonya, meskipun bertentangan dengan norma. Self-disclosure yang tepat dan sesuai meningkatkan reaksi yang positif dari partisipan atau pendengar. Pernyataan negatif berkaitan dengan penilaian diri yang sifatnya menyalahkan diri, sedangkan pernyataan positif merupakan pernyataan yang termasuk kategori pujian.

2. Motivasi
Motivasi berkaitan dengan apa yang menjadi dorongan seseorang untuk mengungkapkan dirinya kepada orang lain. Dorongan tersebut berasal dari dalam diri maupun dari luar. Dorongan dari dalam berkaitan dengan apa yang menjadi keinginan atau tujuan seseorang melakukan self disclosure. Sedangkan dari luar, dipengaruhi lingkungan keluarga, sekolah, dan pekerjaan.

3. Waktu
Waktu yang digunakan dengan seseorang akan cenderung meningkatkan kemungkinan terjadinya self disclosure. Pemilihan waktu yang tepat sangat penting untuk menentukan apakah seseorang dapat terbuka atau tidak. Dalam keterbukaan diri individu perlu memperhatikan kondisi orang lain. Bila waktunya kurang tepat yaitu kondisinya capek serta dalam keadaan sedih maka orang tersebut cenderung kurang terbuka dengan orang lain. Sedangkan waktunya tepat yaitu bahagia atau senang maka ia cenderung untuk terbuka dengan orang lain.

4. Keintensifan
Keintensifan seseorang dalam keterbukaan diri (self disclosure) tergantung kepada siapa seseorang mengungkapkan diri, apakah teman dekat, orangtua, teman biasa, orang yang baru dikenal.

5. Kedalaman dan Keluasan  
Kedalaman self disclosure terbagi atas dua dimensi yakni self disclosure yang dangkal dan yang dalam. Self disclosure yang dangkal biasanya diungkapkan kepada orang yang baru dikenal. Kepada orang tersebut biasanya diceritakan aspek-aspek geografis tentang diri misalnya nama, daerah asal dan alamat. Self disclosure yang dalam, diceritakan kepada orang-orang yang memiliki kedekatan hubungan (intimacy). Seseorang dalam menginformasikan dirinya secara mendalam dilakukan kepada orang yang betul – betul dipercaya dan biasanya hanya dilakukan kepada orang yang betul-betul akrab dengan dirinya, misalnya orang tua, teman dekat, teman sejenis dan pacar. Pendek kata, dangkal dalamnya seorang menceritakan dirinya ditentukan oleh yang hendak diajak berbagi cerita atau target person (Pearson,1987). Semakin akrab hubungan seseorang dengan orang lain, semakin terbuka ia kepada orang tersebut. Sementara itu, Altman dan Taylor (1973) mengemukakan bahwa self disclosure merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan informasi diri kepada orang lain yang bertujuan untuk mencapai hubungan yang akrab. Proses untuk mencapai hubungan yang akrab disebut model Penetrasi sosial. Ada dua dimensi self disclosure seseorang yaitu keluasan dan kedalaman. Keluasan berkaitan dengan siapa seseorang mengungkapkan dirinya (target person) seperti orang yang baru dikenal, teman biasa, orang tua/saudara dan teman dekat. Kedalaman berkaitan dengan topik umum dan topik khusus. Pada umumnya ketika seseorang terbuka dengan orang asing atau baru dikenal topik pembicaraan umum dan kurang mendalam. Sedangkan bila seseorang terbuka dengan teman dekat maka topik pembicaraannya khusus dan lebih mendalam (topik pembicaraan semakin banyak (Sears, dkk., 1999). 

Bila seseorang menceritakan sesuatu tentang dirinya kepada orang lain secara rinci, maka orang lainpun cenderung untuk mengungkapkan secara rinci pula. Tetapi bila ia menceritakan kepada orang lain sebagian kecil saja atau tidak rinci maka orang lainpun cenderung untuk mengungkapkan secara tidak rinci pula. Self disclosure sangat berpengaruh dengan siapa seseorang terbuka dengan orang lain. Semakin akrab hubungan seseorang dengan orang lain, maka semakin terbuka individu kepada orang tersebut, demikian juga pula sebaliknya. Orang lain (target person) yang biasa dijadikan tempat mencurahkan permasalahan individu adalah ibu, bapak, teman, teman sejenis, teman lawan jenis, dan pasangan/pacar.

Berdasarkan paparan-paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa self disclosure berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam mengungkapkan diri melalui informasi yang diberikan kepada orang lain. Selain itu, self disclosure pun dapat meningkatkan keakraban, kepercayaan, dan kekeluargaan. Makin sering informasi diri diungkapkan, makin tercipta pengertian di antaraseseorang dengan orang lain. Dengan begitu, komunikasi akan berjalan dengan baik.

Self disclosure akan berguna apabila individu satu dengan yang lainnya dengan senang hati dan terbuka membagi perasaan dan pikirannya. Menurut Devito (1989) ada beberapa keuntungan yang akan diperoleh seseorang jika mau mengungkap informasi diri kepada orang lain antara lain: (1) tentang diri sendiri, (2) adanya kemampuan menanggulangi masalah, (3) mengurangi beban.

1). Mengenal diri sendiri
Seseorang dapat lebih mengenal  diri sendiri melalui self disclosure, karena dengan mengungkapkan dirinya akan diperoleh gambaran baru tentang dirinya, dan mengerti lebih dalam perilakunya.

2). Adanya kemampuan menanggulangi 
masalah
Seseorang dapat mengatasi masalah, karena ada dukungan dan bukan penolakan, sehingga dapat menyelesaikan atau mengurangi bahkan menghilangkan masalahnya.

3). Mengurangi Beban
Jika individu menyimpan rahasia dan tidak mengungkapkannya kepada orang lain, maka akan terasa berat sekali memikulnya. Dengan adanya keterbukaan diri, individu akan merasakan beban itu terkurangi, sehingga orang tersebut ringan beban masalah yang dihadapinya. Sementara itu, Perillo (2000) menyatakan bahwa manfaat self disclosure seseorang didapati dari pengalamannya dalam hubungan dengan orang lain agar memperoleh informasi dari berbagai pengetahuan, individu menjadi sadar akan dirinya, menerima orang lain apa adanya, serta rasa percaya kepada orang lain semakin besar.

Lebih lanjut Calhoun (1990) mengemukakan tiga kegunaan self disclosure yaitu, (1) keterbukaan diri mempererat kasih sayang, (2) dapat melepaskan perasaan bersalah dan kecemasan. Makin lama individu menyembunyikan sesuatu dalam dirinya maka akan semakin tertekan; makin terus bergejolak di pikiran. Sekali disingkapkan, hal tersebut dirasa tidak lagi mengancam, dan (3) menjadi sarana eksistensi manusia yang selalu membutuhkan wadah untuk bercerita. 

Berdasarkan perkembangan kehidupan individu, masalah penyesuaian sosial pada umumnya lebih banyak dirasakan pada masa usia remaja. Menurut Hurlock (1990), masa remaja merupakan masa yang sangat sulit dalam melakukan penyesuaian sosial. Kesulitan yang dialami oleh individu antara lain kurang dapat keterbukaan diri (self disclosure) dengan orang lain. Sebagaimana yang dikemukakan (Kirby dalam Colhoun dan Accolla,1990), bagi beberapa orang sulit untuk keterbukaan dirinya. 

Keterampilan self disclosure sangat penting bagi individu yang mengalami kesulitan dalam keterbukaan dirinya karena sangat mempengaruhi hubungan interpersonal seseorang. Johnson (1981) menyatakan bahwa self disclosureberpengaruh besar terhadap hubungan sosialkarena (1) self disclosure merupakan dasar bagi hubungan yang sehat antara dua orang, (2) semakin terbuka seseorang kepada orang lain, semakin orang tersebut menyukai dirinya, (3) orang yang rela mengungkapkan diri kepada orang lain cenderung memiliki sifat-sifat kompeten, adaptif, dan terbuka, (4) mengungkapkan diri pada orang lain merupakan dasar yang memungkinkan komunikasi yang intim baik bagi diri sendiri maupun orang lain, dan (5) mengungkapkan diri berarti bersikap realistik, sehingga keterbukaan diri bersikap jujur, tulus, dan autentik.

Lebih lanjut, Lumsden (1996) menyatakan self disclosure meningkatkan hubungan sosial antara lain; (1) self disclosure dapat meningkatkan seseorang menyukai orang lain (2 ) self disclosure menunjukkan seseorang dapat dipercaya setiap orang. Ketika orang saling memberi informasi dan setiap orang mendukung mengungkapkan orang lain tersebut mereka menciptakan perasaan saling mempercayai, (3) pengungkapan informasi tentang diri dapat membantu pemahaman diri dan memperkuat konsep diri. 

Sedangkan menurut Pearson (1987), self disclosure tidak hanya mempengaruhi hubungan sosial melainkan juga (1) dapat mengembangkan pemahaman dan penerimaan diri, dan (2) dapat mengembangkan secara mendalam arti hubungan antar pribadi. Pentingnya self disclosure bagi  siswa, akan meningkatkan keterampilan  sosial dengan orang lain. 

Egan (1970) berpendapat bahwa ada dua rintangan atau halangan yang ada dalam masyarakat yang berpengaruh negatif pada self-disclosure yaitu:

1. Dalam budaya yang selalu melarang cenderung mempengaruhi self disclosure masyarakatnya seperti budaya tertutup yang membuat seseorang sulit mengungkapkan dirinya kepada orang lain.

 2. Budaya yang menghambat self- disclosure dalam kehidupan sosial seperti budaya “bohong” sebagai pedoman hidup (Henry,1963) misalnya tentang kebenaran, orang lebih cenderung untuk mengungkapkan hal salah daripada yang benar. Keterbukaan diri tidak lagi dilandasi dengan kejujuran dan rasa menghargai orang lain. Hal ini yang menghambat hubungan sosial dengan orang lain menjadi terganggu.


PUSTAKA
Gainau, M. B. (2009). Keterbukaan diri (self disclosure) siswa dalam perspektif budaya dan implikasinya bagi konseling. Jurnal ilmiah widya warta, 33(1), 95-112.

Posting Komentar untuk "Self-Disclosure"