Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Intervensi Individual, Kelompok & Komunitas

Intervensi Individual 

Pengertian Intervensi Pada Individu 

Mappiare (2010) mengemukakan bahwa psikoterapi individual adalah penempatan individual pasien/klien sebagai sasaran penyembuhan dalam seting hubungan antarpribadi dengan terapis. Pomerantz (2013) mengemukakan bahwa intervensi individual merupakan terapi yang berfokus pada hubungan interpersonal. Pomerantz (2013) mengemukakan bahwa intervensi individual merupakan terapi yang terbatas pada interaksi dua orang antara klien dan terapis. Sedangkan intervensi kelompok memungkinkan jaringan hubungan yang jauh lebih kompleks untuk berkembang. 

Plante (2005) mengemukakan bahwa intervensi individual merupakan metode yang terlatih dan metode yang paling umum dalam psikoterapi. Intervensi individual merupakan kegiatan psikoterapi yang melibatkan seorang ahli terapi yang menjadi penolong bagi kliennya yang mengalami masalah, tingkah laku, kualitas hidup dan lain-lain. Psikoterapi individual digunakan untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan melibatkan interaksi antara seorang ahli terapi dan si klien. 

Kaplan, Sadock, dan Grebb (2010) mengemukakan bahwa psikoterapi individual adalah dalam terapi individual pasangan yang menikah diperiksa oleh ahli terapi yang berbeda, yang tidak berkomunikasi satu sama lain dan mungkin tidak saling mengetahui satu sama lainnya. Tujuan dari terapi ini adalah untuk memperkuat kapasitas adaptif masing-masing pasangan. 

Teori Yang Mendasari Intervensi Pada Individu 

Intervensi jenis ini telah muncul atau berkembang satu dekade yang lalu yang diprakarsai oleh Sigmund Freud. 

Terapi psikoanalitik 

Struktur kepribadian manusia menurut psikoanalisa terdiri dari id, ego dan superego. Konsep kedua adalah tentang kesadaran dan ketidaksadaran yang digambarkan seperti gunung es. Psikoanalisa juga menekankan pentingnya masa golden age (lima tahun pertama masa kehidupan manusia) yang dikaitkan dengan perkembangan psikoseksual manusia. Sehingga intervensi berdasarkan teori ini akan berfokus pada upaya agar klien mengalami kembali pengalaman masa anak-anak kemudian akan direkonstruksi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran rekonstruksi kepribadian guna membentuk kembali struktur karakter individu dengan membuat kesadaran yang tak disadari dan menekankan dimensi afektif individu tersebut. 

Terapi Behavioral 

Dikembangkan melalui penelitian tentang pengkondisian klasik, operan, dan belajar. Pengkondisian operan menjelaskan penguatan, proses di mana konsekuensi dari perilaku meningkatkan kemungkinan bahwa perilaku akan dilakukan lagi. Kurangnya penguatan dapat membawa berhentinya perilaku. Melalui berbagai proses, perilaku dapat dibentuk, menyempit (diskriminasi), memperluas (umum), atau sebaliknya berubah. Tersirat dalam studi perilaku bahwa perilaku memiliki anteseden (peristiwa yang terjadi sebelum perilaku tersebut dilakukan) dan konsekuensi (peristiwa yang terjadi setelah perilaku dilakukan). Fokus dari terapi ini adalah untuk perilaku yang sedang berlangsung dan dampaknya. 

Terapi Kognitif 

Dasar teorinya menyatakan bahwa orang-orang merespon kejadian di kehidupan mereka melalui kombinasi respon-respon kognitif, afektif, motivasi, dan perilaku. Memproses informasi sangat penting untuk setiap organisme agar dapat bertahan hidup. Setiap sistem yang terlibat dalam pertahanan hidup yaitu sistem kognitif, perilaku, afektif, dan motivasi tersusun dari struktur yang disebut skema. Skema kognitif terdiri dari persepsi orang-orang terhadap diri mereka dan orang lain, tujuan dan harapan mereka, kenangan, fantasi dan pengalaman sebelumnya. Respon yang maladaptif terkadang disebabkan karena adanya kesalahan persepsi, kesalahan penafsiran, disfungsional, dan penafsiran khusus pada situasi. Jika digunakan dalam intervensi, fokusnya adalah kognitif individu berupa model keyakinan. 

Terapi Transpersonal 

Transpersonal merupakan cabang ilmu psikologi yang membahas keadaan dan proses pengalaman manusia secara lebih mendalam dan luas, serta memiliki dimensi spiritual. Asumsi umum dalam psikologi transpersonal adalah pengalaman transpersonal melibatkan kesadaran yang lebih tinggi pada diri individu, yang mengungkap potensialitas tertinggi individu, dan menggunakan metode yang terlibat dalam pencapaian inspirasi 

Terapi Eksperiensial 

Teori yang menjadi dasar terapi ini adalah bahwa peristiwa dari masa lalu dapat memiliki cara untuk bertabrakan dengan masa kini sehingga situasi saat ini memunculkan emosi kuat yang sulit ditangani. Terapi Experiential memungkinkan pasien menciptakan kembali situasi tertentu dari masa lalu atau yang mereka alami saat ini untuk menghadapinya dengan cara yang sehat dengan bermain peran untuk menyadarkan pikiran dan emosi yang mempengaruhi mereka saat ini. Ini berarti bahwa keberhasilan, kegagalan, tanggung jawab, dan harga diri mereka menjadi sasaran bentuk terapi ini. 

Intervensi Kelompok 

Pengertian Kelompok 

Kelompok adalah kumpulan yang terdiri dari dua orang atau lebih yang terjalin dan saling terhubung satu dengan lainnya (McGrath, 1984). Psikologi kelompok didefinisikan sebagai secara psikologis yang penting bagi para anggota, yang mereka terkait secara subyektif untuk perbandingan sosial dan akuisisi norma dan nilai-nilai dalam kelompok dan bahwa individu-individu secara pribadi menerima keanggotaan dalam kelompok yang mempengaruhi sikap dan perilaku mereka (Turner, 1987). 

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama dan yang berinteraksi satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu dengan yang lain, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Mulyana, 2007). Menurut Syamsu (dalam Gerungan, 2004) kelompok itu adalah kumpulan dua orang atau lebih, yang secara intensif dan teratur selalu mengadakan interaksi sesama mereka untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan, dan secara sadar mereka merasa bagian dari kelompok, yang memiliki sistem norma tertentu, peranan, struktur, fungsi dan tugas dari masing-masing anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi dapat diambil kesimpulan, bahwa kehidupan kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain. 

Pengertian Intervensi Pada Kelompok 

Plante (2005) mengemukakan bahwa intervensi kelompok merupakan psikoterapi yang dibentuk dengan ukuran, tujuan, dan teknik yang beranekaragam sehingga dapat memberikan feedback dari anggota kelompok. Trull (2005) mengemukakan bahwa intervensi kelompok merupakan terapi yang dilakukan dengan teknik atau desain kelompok berdasarkan psikoanalitik. Fithriyah dan Jauhar (2014) mengemukakan bahwa intervensi kelompok merupakan terapi yang diberikan kepada individu yang memiliki penyakit emosional yang telah dipilih secara cermat yang kemudian ditempatkan kedalam kelompok yang dibimbing oleh ahli terapi yang sudah terlatih untuk membantu satu sama lainnya dalam menjalani perubahan kepribadian. 

Terapi kelompok dianggap sebagai salah satu modalitas perawatan psikososial yang menjanjikan yang dipraktikkan dalam pengaturan klinis untuk orang dengan masalah emosional atau masalah kesehatan mental oleh profesional kesehatan mental yang berkualifikasi seperti psikiater, psikolog klinis, perawat psikiater, pekerja sosial psikiatri dan terapis okupasi yang mengkhususkan diri dalam bidang mental. kesehatan. Terapi kelompok bertujuan untuk mengurangi gejala seperti gejala negatif, motivasi yang buruk, serta peningkatan fungsi sosial, penyesuaian yang lebih baik dan peningkatan keterampilan hubungan interpersonal. 

Bagaimana Terbentuknya Kelompok 

Menurut Gibson (1989) ada beberapa alasan membentuk kelompok yakni: 

  1. Kebutuhan 
  2. Kedekatan 
  3. Daya tarik 
  4. Tujuan kelompok 
  5. Ekonomi 

Tuckman (1965) dalam menggambarkan tahap-tahap pembentukan atau perkembangan kelompok mengidentifikasi empat yang berbeda tahap perkembangan kelompok, kemudian pada tahun 1977 Tuckman dan Jensen menambahkan tahap kelima: 

  1. Forming, dimana individu-individu membentuk diri menjadi kelompok-kelompok . 
  2. Storming, dimana setiap anggota berdebat dan memutuskan masalah kelompok seperti kepemimpinan, arah, metode dll. 
  3. Norming, dimana anggota-anggota menetapkan aturan-aturan dasar untuk beroperasi sebagai sebuah kelompok . 
  4. Performing, dimana kelompok menjadi kohesif dan efektif . 
  5. Adjourning, dimana tugas atau pekerjaan berakhir sebagai tujuan kelompok telah selesai dan terjadi pembubaran diri pada kelompok. 

Dalam intervensi kelompok ada beberapa syarat pembentukan kelompok di mana calon anggota harus: 

  1. Memiliki permasalahan yang sama 
  2. Bergabung bukan karena paksaan tetapi karena minat dan inisiatif sendiri 
  3. Adanya kemauan dan mampu untuk berpartisipasi di dalam proses kelompok 

Menurut MacKenzie (2002), sebelum membentuk kelompok, terapis harus melakukan asesmen terlebih dahulu guna mengidentifikasi permasalahan apa yang akan dihadapi dan bagaimana metode atau model terapi yang digunakan untuk menangani permasalahan anggota. Kemudian setelah melakukan asesmen, terapis perlu melakukan persiapan yakni dengan cara memberi informasi pada calon anggota mengenai intervensi kelompok yang akan dilakukan, dan juga menjadi pendukung agar para calon anggota berusaha membangun keterikatan antara para anggota dan juga terapis serta mengantisipasi kemungkinan calon anggota kelompok mengundurkan diri. setelah kedua tahapan ini, barulah suatu kelompok intervensi bisa dibentuk. 

Ada beberapa pedoman pembentukan kelompok ketika akan melakukan intervensi kelompok: 

  1. Kelompok tipe apa yang akan dibentuk? 
  2. Siapa yang akan berada di dalam kelompok? 
  3. Apakah tujuan kelompok tersebut? 
  4. Mengapa kelompok ini perlu dibentuk? 
  5. Apakah asumsi dasarnya? 
  6. Siapa yang akan memimpin kelompok tersebut? 
  7. Bagaimana cara seleksinya? 
  8. Berapa orang yang akan berada di dalam kelompok? 
  9. Kapan, dimana, berapa lama, berapa kali kelompok akan bertemu? 
  10. Aturan main di dalam kelompok 
  11. Teknik apa yang akan dipakai? 
  12. Risiko yang mungkin muncul. 
  13. Prosedur evaluasinya bagaimana? 
  14. Masalah-masalah yang mungkin muncul di dalam kelompok dan bagaimana cara mengatasinya. (Wijaya, 2020) 

Filosofi Intervensi Kelompok 

Konsep atau filosofi dari intervensi kelompok adalah karena kelompok dipandang sebagai suatu kumpulan individu yang masing-masing memberikan kontribusi dalam kelompok, di mana hal utamanya adalah memperhatikan kondisi individu didalam kelompok yang disebut pandangan individual. Sehingga konsep dasar dari intervensi kelompok adalah sama, yakni memperhatikan kondisi individu di dalam kelompok tersebut dengan cara saling memahami dan mendukung satu sama lain (Whitaker, 1973). 

Tujuan Intervensi Kelompok 

Tujuan utama dari intervensi kelompok adalah menangani atau mengurangi masalah pada beberapa individu sekaligus, menjadi tempat berbagi informasi, meningkatkan kemampuan bersosialisasi, menjadi tempat untuk mengubah perilaku bisa dengan modelling, menjadi tempat belajar hubungan interpersonal, individu diharapkan bisa melepaskan atau meredakan emosi negatifnya, serta bertanggung jawab dan diharapkan bisa mengenal diri sendiri dengan lebih baik. 

Selain itu, ada beberapa tujuan intervensi kelompok yaitu

  1. Menjadi lebih terbuka dan jujur terhadap diri sendiri dan orang lain. b. Belajar untuk mempercayai diri sendiri dan orang lain. 
  2. Berkembang untuk lebih menerima diri sendiri. 
  3. Belajar untuk berkomunikasi dengan orang lain. 
  4. Belajar untuk lebih akrab dengan orang lain. 
  5. Belajar untuk bergaul dengan sesama jenis atau lawan jenis. 
  6. Meningkatkan kesadaran diri, sehingga akan merasa lebih bebas dan lebih dapat tegas dalam memilih dan menentukan. 
  7. Belajar untuk memberi dan menerima. 
  8. Belajar untuk memecahkan masalah. 
  9. Belajar untuk memberikan perhatian pada orang lain. 
  10. Menjadi lebih peka terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain. 
  11. Untuk lebih mengerti bahwa orang lain juga mempunyai masalah yang berat. 
  12. Belajar untuk memberi umpan balik dan konfrontasi demi kepentingan dan perkembangan pribadi orang lain. (Wijaya, 2020) 

Carol & Wiggins (dalam Sadarjoen, 2011) menyebutkan beberapa tujuan umum dari intervensi grup yakni: 

  1. Menjadi pendengar yang baik 
  2. Tempat untuk mengembangkan kepekaan dan penerimaan terhadap orang lain. 
  3. empat untuk meningkatkan kesadaran diri dan mengembangkan identitas diri. 
  4. Tempat untuk belajar mempercayai orang lain seperti halnya mempercayai diri sendiri. 
  5. Tempat untuk mengenali area kepercayaan dan nilai-nilai tanpa diikuti rasa takut akan represi. 
  6. Tempat untuk merasakan rasa kepemilikan dan mengatasi perasaan terisolasi. 
  7. Mentransfer apa yang individu pelajari dalam kelompok melalui penerimaan rasa tanggung jawab untuk mengatasi problemnya sendiri. 

Sedangkan Frank (dalam Sadarjoen, 2011) menyatakan beberapa tujuan lain dari intervensi kelompok yakni: 

  1. Tempat untuk menghadapi dan mengatasi masalah yang dialami. 
  2. Tempat untuk menguatkan harga diri. 
  3. Tempat melampiaskan perasaan-perasaan kelompok secara konstruktif. 
  4. Tempat untuk meningkatkan keterampilan dalam menganalisa dan mengatasi konflik interpersonal serta intrapersonal. 
  5. Tempat untuk meningkatkan kemampuan anggota kelompok guna melakukan konsolidasi dan mempertahankan makna terapetik yang diperoleh. 
  6. Fungsi-fungsi Terapetik Intervensi Kelompok 

Yalom (dalam Pomerantz, 2013) mengemukakan beberapa faktor tereupatik spesifik yang bermanfaat bagi klien yaitu: 

Universalitas 

Klien dengan masalah psikologis percaya bahwa tak ada seorang pun yang berkutat dengan masalah yang sama dengannya. Mereka mungkin tidak menyadari persamaan masalah, gejala dan diagnosis mereka. Menemukan dirinya berada diruangan yang memiliki masalah yang sama adalah hal yang menggembirakan, inilah yang dimaksud universalitas oleh yalom. 

Kohesivitas kelompok 

Kohesivitas kelompok mengacu pada perasaan saling terhubung antara para anggota kelompok. Perasaan saling terhubung satu sama lain ini ditandai oleh perasaan kehangatan, kepercayaan, penerimaan, rasa memiliki dan nilai di antara para anggota kelompok. 

Pembelajaran interpersonal 

Kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain sangat penting bagi semua orang. Pendekatan kelompok memberi kesempatan pada anggota untuk belajar berhubungan baik dengan orang lain. Umpan balik dari anggota lain akan menolongnya untuk mengubah sikapnya yang kurang menguntungkan dan akan membawanya ke perbaikan. Anggota lama biasanya telah memperoleh keterampilan sosial. Mereka biasanya sangat peka pada proses kelompok dan telah belajar untuk menyelesaikan konflik, sehingga mereka lebih mau mengerti dan memahami masalah orang lain. 

Mikrokosmos sosial 

Kelompok merupakan mikrokosmos sosial. Bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain dalam kelompok mencerminkan caranya berhubungan dengan orang lain di luar kelompok. Pengalaman emosi terkoreksi diperoleh anggota ketika mereka mencoba mengekspresikan perasaannya yang positif dan yang negatif. Tanggapan anggota pada pengekspresian emosi ini sangat berbeda dari yang dibayangkannya semula. Pada mulanya, mereka khawatir bahwa dengan pengekspresian perasaan negatif, mereka anak ditolak seluruh kelompok. Ternyata setelah mencoba, tidak ada satu orang pun meninggalkan kelompok ataupun marah besar. Dengan demikian, mereka akan berinteraksi dengan bebas. Mereka menjadi lebih spontan, lebih jujur baik pada diri sendiri ataupun pada orang lain. 

Pembinaan Harapan 

Tugas profesional adalah terus-menerus menjaga agar harapan tiap anggota terpenuhi selama proses kelompok. Termasuk pembinaan harapan yaitu anggota akan saling mendukung agar semua tetap berada dalam kelompok sampai terapi selesai. 

Penerangan 

Penerangan dapat meliputi cara belajar, cara menumbuhkan kepercayaan diri, topik kesehatan mental, penyakit mental, psikodinamika umum yang diberikan oleh profesional. Penerangan ini penting dilakukan di dalam kelompok baik pada awal pertemuan maupun selama pertemuan berlangsung. Sering terjadi pemimpin kelompok harus menerangkan suatu gejala yang muncul di dalam kelompok ataupun gejala yang dialami anggota. Ia dapat menggunakan pengetahuannya akan psikopatologi ataupun dinamika kelompok dalam menerangkan gejala yang muncul tersebut. 

Altruisme 

Kelompok merupakan tempat untuk melatih anggota menerima dan memberi. Anggota dengan masalah emosi berat biasanya datang ke kelompok dengan moril rendah dan memiliki perasaan bahwa ia tidak mempunyai sesuatu untuk diberikan. Ia telah lama menganggap dirinya sebagai beban keluarga. Di dalam kelompok, ia menemukan bahwa ia dapat berperan penting untuk orang lain. Hal ini dapat menambah rasa berharga, sehingga akan meningkatkan harga dirinya. Dalam proses kelompok, dengan sendirinya antar anggota akan saling menolong. Mereka menawarkan dukungan, memberikan keyakinan, saran-saran, pencerahan, dan saling berbagi masalah serupa. 

Pengulangan Korektif Keluarga Asal 

Pendekatan kelompok, yang dalam banyak hal hampir sama dengan susunan keluarga asal, merupakan kesempatan bagi anggota untuk mengulangi konflik-konflik yang dialami ketika kecil secara singkat. Akan tetapi pengalaman ini akan berbeda oleh karena sikap profesional dan anggota lain tidak sama dengan keluarga asalnya dulu. Hal ini memberi kesempatan anggota untuk mencoba tingkah lakunya yang baru dalam hubungannya dengan orang lain. Untuk banyak anggota, penyelesaian masalah dengan profesional ataupun dengan anggota lain merupakan pemecahan masalah yang tidak terselesaikan di masa lalu. 

Katarsis 

Katarsis atau penjernihan yang sifatnya emosional merupakan salah satu faktor penyembuh di dalam pendekatan kelompok. Seorang anggota datang ke kelompok dengan penuh gejolak emosi. Dalam kelompok, ia dapat mengekspresikan emosi tersebut dengan bantuan profesional maupun anggota lain. Penerimaan, dukungan, dan pengertian dari seluruh kelompok sangat penting artinya bagi anggota tersebut sewaktu emosi yang bergejolak tadi diekspresikannya. Katarsis lain di dalam kelompok dapat berupa empati dan simpati yang diterima anggota yang dapat memberikan kelegaan pada anggota. Ia akan banyak didengar oleh anggota dalam kelompok. 

Selain beberapa faktor atau fungsi di atas, Butler dan Fuhrman (1983) menyebutkan satu faktor lagi, yaitu pengertian diri. Pengertian diri sesungguhnya merupakan hasil pendekatan kelompok. Setelah anggota berinteraksi di dalam kelompok, mereka mulai mengenal diri mereka sendiri. Melalui umpan balik yang diberikan oleh pemimpin, maupun anggota lain, seseorang akan mengerti dirinya sendiri. Juga melalui observasi diri, ia mulai mengenal aspek-aspek signifikan dalam perilaku antar pribadinya. 

Kaplan, Sadock, dan Grebb (2010) mengemukakan bahwa psikoterapi kelompok dalam pasangan yang menikah yaitu pasangan ditempatkan dalam suatu kelompok yang memungkinkan berbagai dinamika kelompok untuk mempengaruhi pasangan. 

Selain itu ada beberapa fungsi lain dalam terapi atau intervensi kelompok yaitu: 

  1. Dapat memberikan kesempatan bagi anggota untuk saling memberi dan menerima umpan balik. 
  2. Di dalam kelompok anggota akan belajar untuk melatih perilakunya yang baru. 
  3. Kelompok memberi kesempatan untuk mempelajari keterampilan sosial. 
  4. Terapi kelompok meyakinkan individu bahwa mereka tidak sendiri dan bahwa individu lain memiliki masalah dan perjuangan yang sama. 
  5. Terapi kelompok menawarkan kesempatan untuk menerima dukungan dari orang lain dan memberikan dukungan kepada orang lain. 
  6. Aliansi terapeutik yang terjadi dalam kelompok lebih luas dibandingkan dengan aliansi yang terjadi pada terapi individu. 
  7. Terapi kelompok membantu individu mengembangkan keterampilan komunikasi dan keterampilan sosialisasi, dan memungkinkan klien untuk belajar bagaimana mengungkapkan masalah mereka dan menerima kritik dari orang lain. 
  8. Terapi kelompok memungkinkan individu untuk mengembangkan kesadaran diri dengan mendengarkan orang lain dengan masalah serupa. 
  9. Berbagi pengalaman seseorang dengan orang lain yang memiliki masalah serupa seringkali merupakan terapi sendiri. 
  10. Terapi kelompok menyediakan jaring pengaman yang luas bagi individu yang mungkin ragu-ragu untuk mendiskusikan perasaan mereka, kelemahan yang dirasakan, dll. 
  11. Individu dalam terapi kelompok dapat mencontohkan perilaku sukses individu lain yang telah melalui pengalaman serupa. 
  12. Terapi kelompok biasanya lebih murah daripada terapi individu. (Wijaya, 2020) 

Tugas Terapis Dalam Intervensi Kelompok 

Menurut Yalom (dalam Prawitasari, 2011) tugas terapis atau pemandu kelompok dalam intervensi sosial tidaklah mudah karena harus: 

Membuat dan mempertahankan kelompok 

Begitu kelompok dimulai, pemimpin harus bertindak sebagai penjaga gawang. Ia mempertahankan supaya anggota tetap hadir dan tetap mengikuti kelompok yang dibuatnya. Pemimpin sebaiknya mengenal hal-hal yang dapat mempengaruhi kohesivitas kelompok. Kelambatan, absen, subgrouping, pengkambinghitaman salah seorang anggota akan mengancam integritas kelompok dan membutuhkan intervensi pemimpin. Tugas pemimpin pertama-tama adalah menciptakan sistem sosial. Ia harus membuat keputusan yang tepat demi hidupnya kelompok. 

Membentuk Budaya 

Dalam kelompok, pemimpin mempunyai tugas untuk membawa kelompok dari satu faktor kuratif ke faktor kuratif lainnya melalui pembentukan budaya kelompok. Ia akan membentuk budaya sedemikian rupa supaya terjadi interaksi yang tepat di dalam kelompok. 

Membentuk Norma 

Norma dalam kelompok dibentuk berdasarkan harapan anggota terhadap kelompok dan pengarahan langsung maupun tidak langsung dari pemimpin dan anggota yang lebih berpengaruh. Apabila harapan anggota tidak jelas, maka pemimpin mempunyai banyak kesempatan untuk membuat desain budaya kelompok yang menurut pandangannya akan memberikan suasana terapeutik optimal. 

Beberapa norma kelompok : 

➔ Kelompok pemantauan diri (the self monitoring group) 

➔ Kelompok pembukaan diri (self disclosure) 

➔ Kelompok norma prosedural (procedural norms) 

➔ Pentingnya kelompok (the importance of the group) 

➔ Anggota sebagai agen menolong (members as agents of help) 

Fungsi Terapis Kelompok 

Fungsi dari terapis atau pemandu dalam intervensi kelompok secara adalah untuk mendorong peserta agar mau berbicara dan mengungkapkan pendapat serta perasaannya mengenai masalah yang dihadapi. Selain itu, terapis juga berperan sebagai pemandu jalannya diskusi dan terapi kelompok. MacKenzie (2002) menyatakan bahwa terapis dalam intervensi kelompok berfungsi atau berperan untuk menciptakan budaya kelompok yang positif, nyaman, dan aman sehingga fungsi-fungsi terapetik dalam kelompok bisa muncul dan dapat berperan dengan baik, karena dalam intervensi kelompok proses terapi hanya akan berkembang jika ada pembelajaran interpersonal dan menghasilkan ikatan di antara anggota kelompok. Proses terapi ini akan dilakukan oleh terapis sesuai dengan model group yang ada dan model teori yang dianut sang terapis, tetapi semuanya membutuhkan interaksi dari antar anggota kelompok yang berfungsi sebagai kekuatan, sarana dukungan, dan membangun perubahan pada anggota kelompok. 

Perilaku Efektif Terapis Dalam Intervensi Kelompok 

Ada beberapa karakteristik yang perlu dimiliki oleh seorang terapi yaitu harus mampu bersikap luwes, fleksibel, mudah beradaptasi dengan peserta; terampil saat berkomunikasi dengan peserta; mampu mebangun perilaku nyaman dan rasa percaya bagi peserta; memahami dengan baik pokok permasalahan yang sedang dihadapi; mampu menjadi pendengar dan tempat berkeluh kesah para peserta; serta tidak gagap atau terjebak saat akan memberikan nasehat dan pendapat. 

Seorang terapis yang juga berperan sebagai pemandu dan pemimpin harus memiliki keterampilan-keterampilan terapi dasar yang diperlukan di bawah ini: 

Keterampilan dalam membangun hubungan yang memiliki tujuan 

Terapis kelompok harus terampil dalam mendapatkan penerimaan dari kelompok dan berhubungan dengan kelompok secara profesional yang positif. Terapis kelompok juga harus terampil dalam membantu individu dalam kelompok untuk menerima satu sama lain dan bergabung dengan kelompok dalam pencarian yang sama. 

Keterampilan dalam menganalisis situasi kelompok 

Terapis kelompok harus terampil dalam menilai tingkat perkembangan kelompok untuk menentukan tingkatnya, apa yang dibutuhkan kelompok, dan seberapa cepat kelompok diharapkan untuk bergerak. Ini membutuhkan keterampilan dalam pengamatan langsung terhadap kelompok sebagai dasar untuk analisis dan penilaian. Terapis kelompok harus terampil dalam membantu kelompok untuk mengekspresikan ide, menyusun tujuan, mengklasifikasi tujuan langsung, dan melihat potensi dan keterbatasannya sebagai suatu kelompok. 

Keterampilan berpartisipasi dengan grup 

Terapis kelompok harus terampil dalam menentukan, menafsirkan, mengasumsikan, dan memodifikasi perannya sendiri dengan kelompok. Terapis kelompok harus terampil dalam membantu anggota kelompok untuk berpartisipasi, menemukan kepemimpinan di antara mereka sendiri, dan bertanggung jawab atas aktivitas mereka sendiri. 

Keterampilan dalam menghadapi perasaan kelompok 

Terapis kelompok harus terampil dalam mengendalikan perasaannya sendiri tentang kelompok dan harus mempelajari setiap situasi baru dengan tingkat objektivitas yang tinggi. 

Keterampilan dalam pengembangan program 

Terapis kelompok harus terampil dalam mengarahkan pemikiran kelompok sehingga minat dan kebutuhan akan terungkap dan dipahami. Terapis kelompok juga harus terampil dalam membantu kelompok untuk mengembangkan program yang mereka inginkan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan mereka. 

Keterampilan dalam menggunakan sumber daya agensi dan komunitas 

Terapis kelompok harus terampil dalam mencari dan kemudian memperkenalkan kelompok dengan berbagai sumber daya bermanfaat yang dapat digunakan oleh mereka untuk tujuan program. 

Keterampilan dalam Evaluasi 

Terapis kelompok harus memiliki keterampilan dalam merekam proses perkembangan yang terjadi saat bekerja dengan kelompok.mereka juga harus terampil dalam menggunakan catatan terapi kelompok dan membantu kelompok untuk meninjau pengalamannya sebagai alat perbaikan. 

George & Christiani (dalam Prawitasari, 2011) menyebutkan ada beberapa perilaku efektif yang harus dimiliki oleh terapis sebagai pemimpin dalam kelompok, yaitu: 

  1. Mendengarkan dengan aktif. Mampu merangkum apa yang dikemukakan anggota dan merefleksikan perasaan yang dialami anggota. Ia juga mampu mengemukakan tingkah laku yang tidak selaras yang dilakukan oleh anggota. Misalnya, anggota menceritakan sesuatu yang berlawanan satu sama lain, ia perlu memberikan komentar tentang apa yang didengarnya tersebut. 
  2. Mengamati proses kelompok dengan seksama. Tiap kali pemimpin harus mengecek pengamatannya kepada tiap anggota. 
  3. Memberikan umpan balik. Umpan balik diberikan secara spesifik kepada masing-masing anggota. 
  4. Menghubungkan antara satu pernyataan dengan pernyataan lain dan menyimpulkan kesamaan yang dialami keduanya. 
  5. Menghubungkan peristiwa satu dengan peristiwa lain. Hal ini perlu untuk menjaga kontinuitas kelompok. Pemimpin selalu membawa kelompok ke masa kini. Pemimpin memberikan komentar pada apa yang terjadi saat itu dan di dalam kelompok. 
  6. Melakukan konfrontasi. Konfrontasi merupakan salah satu teknik pemimpin yang perlu dikuasainya dengan baik. Dalam konfrontasi, pemimpin harus melakukannya dengan sensitif dan penuh perhatian terhadap perilaku verbal maupun nonverbal yang dilakukan oleh anggota. Konfrontasi merupakan teknik yang kuat apabila dilakukan dengan tepat. Kesamaan pengalaman ini dapat dipakai sebagai alat komunikasi antara kedua anggota tersebut. 
  7. Mempunyai kemampuan untuk memahami proses kelompok. Pemimpin dapat memberikan komentar pada apa yang terjadi selama pertemuan, apa yang menonjol, apa yang istimewa, dan siapa yang telah aktif serta yang masih pasif. Ia juga dapat mengemukakan apa yang telah dilakukan seorang anggota yang sebelumnya belum pernah melakukannya. 
  8. Meringkas apa yang terjadi dalam tiap pertemuan. Merupakan indikasi kesungguhan pemimpin dalam memimpin kelompoknya. Ia akan mengingat apa yang telah dilakukan setiap anggota selama pertemuan dan mengkomunikasikannya pada kelompok. 
  9. Menyoroti proses yang terjadi di sini dan saat ini (here and now) 

Tahapan Intervensi Kelompok 

Menurut Prayitno (1995) tahapan penyelenggaraan konseling kelompok dibagi menjadi 4 tahap, yaitu: 

Tahap pembentukan 

Tahap pembentukan merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai. 

Tahap peralihan 

Tahap peralihan ini merupakan “ jembatan” antara tahap pertama dan tahap ketiga. Tahap Pada tahap ini tugas konselor adalah membantu para anggota untuk mengenali dan mengatasi halangan, kegelisahan, keengganan, sikap mempertahankan diri dan sikap ketidaksabaran yang timbul pada saat ini. 

Tahap kegiatan 

Tahap kegiatan merupakan tahap inti dari kegiatan konseling kelompok dengan suasana yang ingin dicapai, yaitu terbahasanya secara tuntas permasalahan yang dihadapi oleh anggota kelompok dan terciptanya suasana untuk mengembangkan diri, baik yang menyangkut pengembangan kemampuan berkomunikasi maupun menyangkut pendapat yang dikemukakan oleh kelompok. 

Tahap pengakhiran 

Pada tahap pengakhiran terdapat dua kegiatan yaitu penilaian (evaluasi) dan tindak lanjut (follow up). Tahap ini merupakan tahap penutup dari serangkaian kegiatan konseling kelompok dengan tujuan telah tuntasnya topik yang dibahas oleh kelompok tersebut. Oleh karena itu pemimpin kelompok berperan untuk memberikan penguatan (reinforcement) terhadap hasil-hasil yang telah dicapai oleh kelompok tersebut 

Secara singkat proses atau tahapan intervensi kelompok yaitu: 

a. Pembentukan kelompok 

b. Orientasi dan eksplorasi 

➔ Perkenalan 

➔ Penggalian harapan 

➔ Tujuan yang ingin dicapai 

➔ Pembentukan aturan kelompok 

➔ Peran konselor: membantu menegaskan tujuan & makna kelompok, mengajak anggota bertanggung jawab & berpartisipasi dalam kelompok. 

c. Tahap transisi 

➔ Konselor mulai meminta setiap peserta untuk menceritakan problemnya masing-masing. 

➔ Anggota kelompok mulai terbuka; bisa terjadi kecemasan, resistensi, konflik, ambivalensi, keengganan 

d. Tahap kohesivitas dan produktivitas 

➔ Pembukaan diri yang lebih besar, (kohesivitas terbentuk). 

➔ Konselor mulai mendorong peserta untuk memikirkan alternatif-alternatif pemecahan masalah (produktivitas). 

e. Tahap konsolidasi dan terminasi 

➔ Kesimpulan solusi 

➔ Implementasi rencana tindakan 

f. Tindak lanjut 

➔ Evaluasi setelah beberapa waktu masa pelaksanaan di lapangan 


Menurut MacKenzie (2002) ada empat tahapan dalam intervensi kelompok yaitu: 

Engagement Stage 

Tahap ini bertujuan agar rasa keanggotaan di dalam grup dapat berkembang, yang ditunjukkan dengan komitmen, partisipasi, dan pengungkapan diri. 

Conflict stages 

Tahap ini bertujuan untuk mengembangkan cara-cara dalam resolusi konflik serta menerima dan menghargai perasaan dan situasi negatif di dalam kelompok. Terapis harus mampu mengembangkan diskusi dan anggota kelompok harus memberikan tanggapannya, jika tidak, maka anggota kelompok tersebut perlu terapi atau perhatian istimewa. 

Interpersonal work stages 

Tahap ini bertujuan agar anggota belajar untuk menantang dan mengevaluasi dirinya, meningkatkan kedekatan dengan anggota lain, serta beberapa permasalahan sudah ada yang tertangani di tahapan ini. 

Termination 

Tahap ini merupakan tahap terakhir dari intervensi yang dilakukan sehingga lebih fokus pada tanggapan atau reaksi terhadap terminasi. di tahap ini seringkali juga banyak anggota atau peserta yang mengalami relapse atau permasalahannya kambuh kembali. 

Masalah Yang Biasa Ditangani Dengan Intervensi Kelompok 

Terapi atau intervensi kelompok dapat dilakukan untuk menangani dan atau bertujuan untuk mengurangi atau menangani masalah psikologis seperti motivasi yang buruk, depresi, trauma, kecemasan, kecanduan; masalah sosial seperti penurunan fungsi sosial, penyesuaian yang lebih baik dan peningkatan keterampilan hubungan interpersonal, masalah yang berkaitan dengan anak dan remaja seperti masalah di sekolah; berkaitan dengan sakit seperti kanker atau HIV/AIDS; serta masalah masalah-masalah lain yang terkait dengan pola hidup (Wijaya, 2020). 

American Psychological Association (2018) menyebut beberapa masalah yang dapat ditangani dengan intervensi kelompok, baik dari berbagai golongan usia dan peserta, misalnya: 

a. Gangguan emosional yang terdapat dalam DSM 

b. Penyakit medis 

c. Masalah dan gangguan perilaku 

d. Hubungan interpersonal dan kesulitan berkomunikasi 

e. Perubahan kehidupan 

f. Trauma dan krisis 

g. Dukungan dan pengembangan untuk mengatasi dan mengelola kondisi perkembangan keterampilan 

h. Stress dan pengurangan stres 

Intervensi Komunitas 

Pengertian Komunitas 

Menurut WHO (1974), komunitas merupakan kelompok sosial yang ditentukan oleh batas-batas wilayah, nilai-nilai keyakinan dan minat yang sama, serta adanya saling mengenal dan interaksi antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Menurut Hillery (1963) komunitas adalah sekelompok orang yang tinggal di daerah dan memiliki hubungan untuk berinteraksi dengan satu sama lain. Menurut Koentjaraningrat (1990), komunitas merupakan suatu kesatuan hidup manusia yang menempati suatu wilayah nyata dan yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat serta terikat oleh suatu rasa identitas dalam komunitas. 

Pengertian Intervensi Komunitas 

Intervensi komunitas atau juga bisa disebut sebagai intervensi sosial, (Midgley dalam Indrawati & Paramastuti, 2020) adalah upaya perubahan yang terencana dari pelaku perubahan kepada sasaran perubahan guna meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sedangkan Isbandi (2013). menyebutkan bahwa intervensi sosial adalah upaya untuk memperbaiki keberfungsian sosial para sasaran perubahan. 

Slamet dan Markam Sumarmo (2003) mengemukakan bahwa intervensi komunitas merupakan sebuah pendekatan terhadap kesehatan mental yang menekankan pada peran daya lingkungan dalam menciptakan dan mengurangi masalah. Psikologi komunitas termasuk dalam bagian dari psikologi sosial. Kaplan, Sadock, dan Grebb (2010) mengemukakan bahwa intervensi komunitas dapat dikatakan juga sebagai terapi jaringan kerja sosial yang dikumpulkan bersama komunitas atau jaringan kerja sosial pasien yang terganggu. 

Metode Intervensi Komunitas 

Plante (2005) mengemukakan bahwa Terapi komunitas biasanya menggunakan pendekatan psychoeducational, memberikan pendidikan, pelatihan keterampilan-bangunan, dan dukungan untuk mereka yang berisiko untuk atau sudah berjuang dengan jiwa yang signifikan, medis, atau masalah lainnya. 

Slamet, dan Markam (2003) menggemukkan terdapat lima metode intervensi dan perubahan, yaitu; 

  1. Konsultasi, yaitu mengajak orang-orang yang mempunyai peran yang besar dalam masyarakat untuk membahas dan membantu mengatasi masalah kesehatan mental masyarakat. 
  2. Mengadakan layanan masyarakat (community lodge) sebagai “pengganti” layanan rumah sakit, tempat penitipan sementara bagi penderita gangguan jiwa menahun. 
  3. Intervensi krisis, misalnya, memberi bantuan dan dukungan kepada orang-orang yang dalam keadaan stress akut agar terhindar dari gangguan yang lebih parah dan menahun. 
  4. Intervensi pada usia dini adalah yang banyak dilakukan di Indonesia sejak tahun 1975 hingga sekarang. Misalnya program ibu bayi dan balita. 
  5. Mengembangkan berbagai pelatihan upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan membuat tulisan-tulisan singkat tentang upaya-upaya cepat untuk mengatasi berbagai keadaan darurat psikologis, misalnya mengatasi kecemasan. 

Perbedaan Antara Intervensi Pada Individu, Kelompok, dan Komunitas

Bloom (dalam Slamet dan Markam, 2003) mengemukakan terdapat perbedaan antara layanan psikologi tradisional dengan layanan pendekatan kesehatan mental komunitas (Community Mental Health) penekanan pendekatan kesehatan mental komunitas adalah : 

  1. Intervensi dalam komunitas 
  2. Intervensi dilakukan dalam populasi terbatas, misalnya high-risk population 
  3. Penekanan pada pencegahan 
  4. Promosi pelayanan tak langsung, seperti mengadakan konsultasi dan pelatihan 
  5. Pelaksanaan oleh ahli dari berbagai bidang ilmu dan awam. 

Fithriyah dan Jauhar (2014) mengemukakan kekuatan utama terapi kelompok jika dibandingkan dengan terapi individual, yaitu: 

  1. Kesempatan untuk mendapatkan umpan balik segera dan teman sebaya pasien
  2.  Kesempatan bagi pasien dan ahli terapi untuk mengobservasi respons psikologis, emosional, dan perilaku pasien terhadap berbagai orang, mendapatkan berbagai transferensi. 

Slamet dan Markam (2003) mengatakan bahwa intervensi kelompok jauh lebih unggul jika dibandingkan dengan intervensi individu karena dapat dilakukan untuk menangani 5-10 orang yang mengalami permasalah sehingga waktu yang dibutuhkan juga jauh lebih efisien. Selain itu anggota kelompok dianggap mewakili suatu lingkungan interpersonal dengan baik jika dibandingkan terapi individual sehingga lebih menjamin perbaikan hubungan interpersonal. 

DAFTAR PUSTAKA 

Adi, I. R. (2015). Intervensi Komunitas & Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. 

American Psychological Association. (2020). Group Psychology and Group Psychotherapy. Diakses melalui 

https://www.apa.org/ed/graduate/specialize/group-psychology-therapy, pada 10 Maret 2022. 

Baron, A. R. & Byrne, D. 2003. Psikologi Sosial. Penerbit Erlangga. Jakarta. Edisi kesepuluh. 

Butler, T. & Fuhrman, A. (1983). Curative Factors in Group Therapy. Small Group. Behavior, 14, 2, 131-141. 

Corsini, R. J., & Wedding, D. (2011). Current Psychotherapies (9 th. ed.). USA: Cengage. 

Fitriyah, L., & Jauhar, M. (2014). Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: Prestasi pustaka. Gerungan, W.A. (2004). Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama. 

Gibson, J.L. Ivancevich, J.M and Donnelly. J. 1989. Organisasi and Manajemen Perilaku Struktur Proses. Jakarta: Penerbit Erlangga. 

Hillery Jr., G. A. (1963). Villages, cities, and total institutions. American Sociological Review, 779-791. 

Indrawati, I., & Paramastuti, S. (2020). Intervensi Komunitas “Rifka Annisa” Yogyakarta Pada Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Inteleksia-Jurnal Pengembangan Ilmu Dakwah, 1(2). 

Kaplan, H. I., Sadock, B. J., & Grebb, J. A. (2010). Sinopsis Psikiatri (ilmu pengetahuan perilaku psikiatri klinis) Jilid Dua. Tangerang: Binapura Askara. 

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. 

Kolb DA (1984). Experiential Learning: Pengalaman Sebagai Sumber Pembelajaran dan Pengembangan. New Jersey, NY: Prentice-Hall. 

Learning. Sharf, R. S. (2012). Theories of Psychotherapy and Counseling Concepts and Cases (5 th. Ed.). USA: Cengage Learning. 

MacKenzie, K. R. (2002). Group Psychotherapy. Encyclopedia of Psychotherapy. Hersen, M. & Sledge, W. (Ed). USA: Elsevier Science. 

Mappiare, A. (2010). Pengantar Konseling Dan Psikoterapi. Jakarta: Rajawali Pers. 

Markam, S., & Slamet, S. (2003). Pengantar psikologi klinis. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. 

McGrath, J. E. (1984). Groups: Interaction and performance (Vol. 14). Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. 

Mulyana. (2007). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. 

Plante, T. G. (2005). Contemporary Clinical Psychology. New Jersey: John Wiley & Sons. 

Pomerantz, A. M. (2013). Psikologi Klinis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 

Prawitasari, J. E. (2011). Psikologi klinis: Pengantar terapan mikro dan makro. Jakarta: Erlangga. 

Prayitno, P., Afdal, A., Ifdil, I., & Ardi, Z. (2017). Layanan Bimbingan Kelompok dan Konseling Kelompok yang Berhasil: Dasar dan Profil. 

Sadarjoen, S. S. (2011). Buku ajar: Teori dan praktek konseling psikologi. Bandung: Magister Profesional Psikologi UNPAD. 

Syamsu. (1999). Dinamika Dan Kepemimpinan: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Universitas Admajaya. 

Taylor, E. S., Peplau, A. L., & Sears, O. D. 2009. Psikologi Sosial. Prenada Media Group. Jakarta. 

Trull, T. J. (2005). Clinical Psychology. USA: Thomson Wadsworth. 

Tuckman, B. (1965). Tuckman’s stages of group development. Retrieved on March, 20, 2019. 

Turner, J. C., Hogg, M. A., Oakes, P. J., Reicher, S. D., & Wetherell, M. S. (1987). Rediscovering the social group: A self-categorization theory. basil Blackwell. 

Whitaker, C. A. (1973). My philosophy of psychotherapy. Journal of Contemporary Psychotherapy: On the Cutting Edge of Modern Developments in Psychotherapy, 6(1), 49–52. 

Wijaya, Y,. D. (2020). Bahan Ajar Dasar – Dasar Intervensi Kelompok. Jakarta: Universitas Esa Unggul. 

World Health Organization. (1974). Community health nursing: report of a WHO expert committee [meeting held in Geneva from 30 July to 5 August 1974]. World Health Organization. 

Posting Komentar untuk "Intervensi Individual, Kelompok & Komunitas"