Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Nanking Massacre

Di samping semua bencana dan peristiwa kejam nan mengerikan yang melanda Eropa selama Perang Dunia II, kekejaman yang dilakukan di Asia Tenggara tidak kalah mengerikannya. Dimana beberapa kekejaman yang terjadi di kawasan Asia selama Perang Dunia II bisa tergambarkan jelas dalam peristiwa Pembantaian Nanking, yang juga dikenal sebagai Pemerkosaan Nanking.

File:Memorial Ceremony Hasegawa Matsui Asaka Yanagawa Nanking 18-Dec-1937.png
 
Di sisi lain, yakni di Eropa, orang-orang disana sedang berjuang untuk menahan mesin perang Nazi, sedangkan di Asia, yakni di Cina, orang-orangnya berusaha untuk menghalau invasi Jepang yang pertama kali diluncurkan pada akhir 1937. Cina berjuang keras, hingga pada akhirnya kehilangan sebanyak 20 juta nyawa (kedua terbanyak dari negara mana pun yang terlibat dalam perang), hanya untuk mencegah Kekaisaran Jepang menaklukkan sebagian besar wilayah Cina di Asia Timur dan Pasifik.

Dari 20 juta korban, 17 juta korban bukanlah tentara, melainkan warga sipil yang tidak bersenjata dan juga tidak berdaya. Banyak dari mereka yang seakan-akan di masukkan ke dalam neraka versi Jepang sebelum akhirnya masyarakat Cina ini, benar-benar dibunuh.

Beberapa kekejaman tentara Jepang ini, terjadi selama enam minggu setelah mereka menyerbu ibu kota Tiongkok, Nanking (sekarang dikenal sebagai Nanjing) pada bulan Desember 1937.

Pawai Brutal Menuju Nanking

Pemerkosaan dan pembunuhan yang menyelimuti Nanking dimulai sebelum Tentara Jepang mencapai tembok kota. Tentara Jepang bergerak melalui China pada awal invasi mereka, membantai dan menjarah dengan perintah yang tegas untuk "membunuh semua tawanan."

Namun, Jepang tidak berhenti di situ. Di antara tentara yang ikut dalam penyerbuan, tidak ada larangan dan mereka percaya bahwa perbuatan dan kekejaman mereka akan memberi mereka kekuatan. Seorang jurnalis Jepang, yang bepergian dengan Angkatan Darat ke-10, menulis dalam catatannya dimana dia yakin bahwa tentara Jepang bergerak maju dengan kekuatan seperti itu (merujuk pada bertindak sesuka hati pada rakyat Cina) karena “persetujuan yang dilakukan secara diam-diam di antara para perwira dan tentara pria bahwa mereka dapat menjarah dan memperkosa sesuka mereka.”

Pembantaian Nanking Dimulai

Ketika Tentara Jepang mencapai Nanking, kebrutalan mereka berlanjut. Mereka membakar tembok kota, rumah penduduk, hutan di sekitarnya, dan bahkan seluruh desa yang berada di jalurnya.

Mereka menjarah hampir setiap bangunan yang bisa mereka temukan, mencuri dari orang miskin dan orang kaya. Mereka kemudian membantai banyak orang yang mereka temui. Beberapa korban Pembantaian Nanking dibuang ke kuburan massal tak bertanda; yang lain dibiarkan membusuk di bawah sinar matahari.

Bagi tentara Jepang, Pemerkosaan Nanking terkadang dan tak lain hanya merupakan sebuah permainan. Ada sebuah majalah Jepang yang membual tentang kontes antara dua tentara, yakni Toshiaki Muaki dan Tsuyoshi Noda. Kedua tentara ini menantang satu sama lain dalam sebuah perlombaan untuk melihat siapa yang bisa membantai 100 orang dengan pedang mereka terlebih dahulu.

Lebih buruknya lagi, orang-orang yang ditebas kedua orang ini bukanlah pejuang musuh yang terbunuh di medan perang saat berjuang untuk hidup mereka. Menurut pengakuan mereka sendiri, para korban yang mereka jadikan objek perlombaan adalah orang-orang yang tidak bersenjata dan tidak berdaya. Tsuyoshi Noda mengakui, setelah perang berakhir: "Kami akan berbaris dan menebas mereka, dari satu ujung baris ke ujung lainnya."

Terlebih lagi, pengakuan ini bukanlah permintaan maaf. Beberapa detik sebelumnya, Noda mencemooh korbannya karena membiarkannya membunuh mereka, dengan mengatakan, "Tentara Tiongkok sangat bodoh." Ia juga menambahkan, "Setelah itu, saya sering ditanya, apakah itu masalah besar, dan saya bilang itu bukan masalah besar."

Pemerkosaan Nanking

Hanya dalam rentang waktu enam minggu di mana Jepang melakukan Pembantaian Nanking yang di mulai pada 13 Desember 1937, diperkirakan  sekitar 20.000-80.000 wanita China diperkosa secara brutal dan diserang secara seksual oleh tentara Jepang. Para tentara ini kadang-kadang pergi dari satu ke rumah lainnya, menyeret keluar wanita dan bahkan anak-anak kecil kemudian memperkosa mereka secara beramai-ramai. Setelah mereka selesai dengan korban mereka, mereka akan (seringnya) membunuh mereka.

Pembunuhan seperti itu juga bukan hanya sebagai tindakan kebiadaban yang tidak masuk akal, para tentaran biadab ini mengikuti perintah “Agar kami tidak memiliki masalah di tangan kami,” kata seorang komandan kepada anak buahnya , merujuk pada wanita mana pun yang mereka perkosa, “baik membayar mereka dengan uang atau membunuh mereka di tempat yang tidak jelas setelah Anda selesai (memperkosanya).”

Namun, beberapa tentara tidak langsung membunuh para korbannya. Mereka akan membuat para wanita ini menderita dengan cara yang paling buruk. Ibu hamil akan dipotong dan dimutilasi secara gamblang dan korban pemerkosaan disodomi dengan tongkat bambu dan bayonet sampai mereka meninggal dalam penderitaan yang sungguh mengerikan.

“Saya belum pernah mendengar atau membaca kebrutalan seperti itu,” tulis seorang misionaris di Nanking, James M. McCallum, dalam buku hariannya . "Memperkosa! Memperkosa! Memperkosa! Kami memperkirakan setidaknya 1.000 kasus di malam hari dan banyak lagi di siang hari.”

"Pada 16 Desember, tujuh gadis (berusia antara 16 hingga 21) dibawa pergi dari Akademi Militer," bunyi laporan dari Komite Internasional (sekelompok orang asing yang mendirikan Zona Keamanan Nanking untuk menyediakan tempat berlindung bagi para korban Pembantaian Nanking). "Lima kembali. Dimana setiap gadis diperkosa enam atau tujuh kali sehari."

"Seorang wanita tua 62 tahun pulang ke rumahnya di dekat Hansimen dan tentara Jepang datang pada malam hari dan ingin memperkosanya," bunyi laporan lain dari panitia. "Dia bilang dia terlalu tua. Jadi para tentara menanduknya dengan tongkat. Tapi dia selamat untuk kembali."

Sementara itu, seorang penulis untuk The New York Times yang berada di tempat kejadian, menulis "Saya berkendara ke tepi pantai dengan mobil saya. Dan untuk sampai ke gerbang, saya harus melewati tumpukan mayat yang terkumpul di sana. Mobil itu hanya harus melewati mayat-mayat ini." Begitu dia sampai di tepi pantai, dia menyaksikan pembantaian 200 pria hanya dalam waktu sepuluh menit.

Para pejabat Jepang saling berdebat sampai sejauh mana mereka menyadari akan kekejaman mereka terkait pembantaian di Nanking. Pertama, Jenderal Jepang Iwane Matsui, komandan pasukan di China, mengklaim bahwa dia tidak mengetahui kejahatan massal tetapi tetap merasa bertanggung jawab secara moral.

Pada akhirnya, dia dihukum dan dieksekusi karena perannya dalam pembantaian setelah perang, sejak saat itu Pemerkosaan Nanking telah terbukti menjadi masalah yang paling diperdebatkan.

Warisan Pembantaian

Pada saat Pemerkosaan Nanking yang terburuk telah berakhir, diperkirakan sekitar 300.000 orang tewas – sebagian besar terjadi dalam beberapa minggu. Ketika tentara dan pejabat Jepang diadili dan dieksekusi karena kejahatan perang tepat setelah Perang Dunia II, pengadilan menemukan bahwa setidaknya 200.000 telah tewas selama Pemerkosaan Nanking.

Namun, perkiraan jumlah korban tewas  di Nanking sangat bervariasi, dengan beberapa ada dikisaran 40.000. Selain itu, kontroversi yang intens seputar perkiraan jumlah yang tewas, juga mencerminkan betapa memecah belahnya "Holocaust yang terlupakan" ini, menurut penulis Iris Chang, tetap ada hingga hari ini.

Pemerintah Jepang, misalnya, tidak secara resmi meminta maaf atas kekejaman mereka pada era Perang Dunia II sampai tahun 1995 – dan bahkan sikap minta maaf yang relatif baru itu belum bulat dan universal.

Pada tahun 1984, misalnya, Asosiasi Veteran Angkatan Darat Jepang melakukan wawancara dengan veteran Jepang yang hadir selama Pembantaian Nanking dalam upaya untuk membantah laporan tentang kekejaman Jepang.

Namun, penyelenggara peneliti terkejut karena menemukan bahwa para veteran ini mengungkapkan secara gamblang kekejaman yang meluas sehingga majalah resmi Asosiasi Veteran terpaksa memuat permintaan maaf untuk Pemerkosaan Nanking sebagai gantinya:

“Seperti apa pun tingkat keparahan perang atau keadaan khusus psikologi perang, kami kehilangan kata-kata dalam menghadapi pembunuhan massal ilegal ini. Sebagai mereka yang terkait dengan militer sebelum perang, kami hanya dapat meminta maaf sedalam-dalamnya kepada rakyat China. Ini benar-benar tindakan kebiadaban yang sangat disesalkan.”

Hanya dalam sepuluh tahun terakhir, puluhan pejabat dan politisi Jepang menolak untuk menerima tanggung jawab dan menyangkal bahwa perbuatan semacam itu, tidak terjadi sama sekali. Pada tahun 2015, Perdana Menteri Jepang Shinzō Abe mengeluarkan pernyataan untuk menandai peringatan 70 tahun berakhirnya Perang Dunia II dan menuai kritik luas karena tidak benar-benar meminta maaf dalam proses tersebut (yang telah membantu memicu ketegangan saat ini antara China dan Jepang ).

Sampai hari ini, penyangkalan terhadap kekejaman tetap ada meskipun ada banyak saksi langsung dari Prancis, Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang. Penyangkalan bahkan tetap ada meskipun foto-foto seperti di dibawah ini, yang membuat kebenaran Pembantaian Nanking sangat jelas.

1. Seorang pemuda sipil China berlutut, tangannya diikat ke belakang, menunggu eksekusi dengan cara dipenggal di tangan seorang tentara Jepang selama Pembantaian Nanking.


2. Seorang gadis 16 tahun yang telah diperkosa beramai-ramai dan terinfeksi penyakit kelamin oleh tentara Jepang selama Pembantaian Nanking.


3. Kiri: Seorang wanita Cina diikat ke tiang dan dicium paksa oleh seorang tentara Jepang. Kanan: Di tempat lain, seorang pria dibiarkan ditutup matanya dan diikat.


4. Sebuah artikel yang menjelaskan "Kontes Untuk Memotong 100 Orang" — sebuah kompetisi brutal di mana dua tentara Jepang saling menantang untuk membantai sebanyak mungkin orang.
Judulnya yang tebal berbunyi, "'Rekor Luar Biasa' - Mukai 106 – 105 Noda—Keduanya Letnan Dua Masuk Babak Ekstra"


5. Seorang pria Tionghoa menggendong putranya, yang terluka dalam pengeboman, dan memohon bantuan.


6. Mayat tergeletak di sebelah Sungai Qinhuai.


7. Korban China dikubur hidup-hidup secara paksa selama Pemerkosaan Nanking.


8. Mayat-mayat berserakan di daerah itu saat tentara Jepang mendorong kereta untuk membawa keuntungan haram mereka saat mereka menjarah bangunan.


9. Seorang pria berlutut dan menunggu eksekusi dengan pedang.


10. Para siswi Jepang, di depan Istana Kekaisaran di Tokyo, Jepang, mengibarkan bendera mereka untuk merayakan penaklukan Jepang atas Nanking.



2 komentar untuk "Nanking Massacre"

  1. Gila, gak kebayang berada di jaman itu, apa yang akan dilakukan. Lari?
    Jika kita superhero Marvel, tentunya bisa melawan, jika hanya manusia biasa. Mesin waktu membawa kita ke sana, itu seperti membawa kita ke neraka.

    Gila² biadab sekali Jepang kala itu.
    Berbeda dengan yang dilakukan di Indonesia, taraf kekejiannya hanya dikurangi saja. Karena Jepang ke Indonesia dengan politik saudara, beda dengan ketika datang ke China, ke sana mereka melakukan penaklukan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali gan.
      Terimakaaih telah mampir ke blog ini

      Hapus